Selasa, 08 Juni 2010

Journal Tanggal 1 Juni 2010

HERMENEUTIKA

1. Konsep Dasar Hermeneutika

Hermenetika, yang dalam bahasa Inggrisnya adalah hermeneutics, berasal dari kata Yunani hermeneutine dan hermeneia yang masing – masing berarti “menafsirkan dan “ penafsiran”. Istilah did dapat dari sebuah risalah yang berjudul Peri Hermeneias (Tentang Penafsiran). Hermeneutica juga bermuatan pandangan hidup dari penggagasnya.
Dalam tradisi Yunani, istilah hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes (Hermeios), seorang utusan dewa dalam mitologi Yunani kuno yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan dewa ke dalam bahasa manusia. Menurut mitos itu, Hermes bertugas menafsirkan kehendak dewata (Orakel) dengan bantuan kata-kata manusia.
Tiga makna hermeneutis yang mendasar yaitu :
a. Mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-kata sebagai medium penyampaian.
b. Menjelaskan secara rasional sesuatu sebelum masih samar- samar sehingga maknanya dapat dimengerti
c. Menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain.


Tiga pengertian tersebut terangkum dalam pengertian ”menafsirkan” – interpreting, understanding.
Dengan demikian setidaknya terdapat tiga pemahaman mengenai hermeneutika
1. sebagai teknik praksis pemahaman atau penafsiran, dekat dengan eksegegis, yakni kegiatan memberi pemahaman tentang sesuatu atau kegiatan untuk mengungkapkan makna tentang sesuatu agar dapat dipahami.
2. Sebagai sebuah metode penafsiran, tentang the conditions of possibility sebuah penafsiran. Hal – hal apa yang dibutuhkan atau langkah-langkah bagaimana harus dilakukan untuk menghindari pemahaman yang keliru terhadap teks.
3. Sebagai penafsiran fisafat.


2. Cara Kerja Hermeneutika
Pada dasarnya semua objek itu netral, sebab objek adalah objek. Arti atau makna diberikan kepada objek oleh subjek, sesuai dengan cara pandang subjek.
Untuk dapat membuat interpretasi, lebih dahulu harus memahami atau mengerti. Mengerti dan interpretasi menimbulkan lingkaran hermeneutik. Mengerti secara sungguh-sungguh hanya akan dapat berkembang bila didasarkan atas pengetahuan yang benar.
Hukum Betti tentang interpretasi”Sensus non est inferendus sed efferendus” makna bukan diambil dari kesimpulan tetapi harus diturunkan. Penafsir tidak boleh bersifat pasif tetapi merekonstruksi makna. Alatnya adalah cakrawala intelektual penafsir. Penagalam masa lalu, hidupnya saat ini, latar belakang kebudayaan dan sejarah yang dimiliki.


3. Bahasa Sebagai Pusat Kajian
Karena objek utama hermeneutika adalah teks dan teks adalah hasil atau produk praksis berbahasa, maka antara hermeneutika dengan bahasa akan terjalin hubungan sangat dekat.
Dalam Gadamer’s Philoshopical hermeneutics dinyatakan, Gadamer places language at the core of understanding.
Menurut folosof bahasa Wittgenstein “ Batas bahasaku adalah batas duniaku”.
Menurut Gadamer, asal mula bahasa adalah bahasa tutur, yang kemudian disusl bahasa tulis untuk efektivitas dan kelestarian bahasa tutur.


4. Hermeneutika dalam Pandangan Filosofi
a. Friedrich Ernst Daniel Schleiermarcher
Model Hermeneutika Schleiermacher meliputi dua hal :
• Pemahaman teks melalui penguasaan terhadap aturan-aturan sintaksis bahasa pengarang sehingga menggunakan pendekatan linguistic.
• Penangkapan muatan emosional dan batiniah pengarang secara intuitif dengan menempatkan diri penafsir ke dalam dunia batin pengarang.
Dengan demikian, terdapat makna autentik dari sebuah teks, sebuah teks tidak mungkin bertujuan (telos).

b. Wilhelm Dilthey
Hermeneutika pada dasarnya bersifat menyejarah, makna tidak pernah berhenti pada satu masa, tetapi selalu berubah menurut modifikasi sejarah.

c. Martin Heidgger
Pemikiran filsafat Heidgger meliputi dua periode sebagai berikut :
• Periode 1 meliputi hakikat tentang “ada” dan “waktu”. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang menanyakan tentang “ada”. Sebab, manusia pada hakikatnya”ada” tetapi tidak begitu saja ada, melainkan senantiasa secara erat berkaitan dengan “adanya” sendiri.
• Periode 2 Menjelaskan pengertian”kehre” yang berarti “pembalikan”. Ketidaktersembunyian ”ada” merupakan kejadian asli. Berpikir pada hakikatnya adalah terikat pada arti. Oleh karena itu, manusia bukanlah pengauasa atas apa yang ”ada” melainkan sebagai penjaga padanya.
Pemahaman teks terletak pada kegiatan mendengarkan lewat bahasa manusia perihal apa yang dikatakan dalam ungkapan bahasa. Bahasa adalah suatu proses, suatu dinamika, atau suatu gerakan.

d. Hans-Georg Gadamer
Konsep Gadamer yang menonjol dalam hermeneutika adalah menekankan apa yang dimaksud ”mengerti”. Lingkaran hermeneutika-hermeneutic circle , bagian teks disa dipahami lewat keseluruhan teks hanya bisa dipahami lewat bagian- bagiannya.
Setiap pemahaman merupakan sesuatu yang bersifat historis, dialetik dan peristiwa kabahasaan. Hermeneutika adalah ontologi dan fenomologi pemahaman.

e. Jurgen Habermas
Hermeneutika bertujuan untuk memahami proses pemahaman – understanding the process of understanding. Pemahaman adalah suatu kegiatan pengalaman dan pnegertian teoritis berpadu menjadi satu.
Tidak mungkin dapat memahami sepenuhnya makna sesuatu fakta, sebab selalu ada juga fakta yang tidak dapat diinterpretasikan.
Bahasa sebagai unsur fundamental dalam hermeneutika. Sebab, analisis suatu fakta dilakukan melalui hubungan simbol-simbol dan simbol-simbol tersebut sebagai simbol dari fakta.

f. Paul Ricoeur
Teks adalah otonom atau berdiri sendiri dan tidak bergantung pada maksud pengarang. Otonomi teks ada tiga macam sebagai berikut :
a. Intensi atau maksud pengarang.
b. Situasi kultural dan kondisi sosial pengadaan teks.
c. Untuk siapa teks dimaksud.

Tugas hermeneutika mengarahkan perhatiannya kepada makna objektif dari teks itu sendiri, terlepas dari maksud subjektif pengarang ataupub orang lain.
Interpretasi dianggap telah berhasil mencapai tujuannya jika ”dunia teks” dan ” dunia interpreter” telah berbaur menjadi satu.

g. Jacques Derrida
Dalam filsafat bahasa – dalam kaitan dengan hermeneutika, membedakan antara ”tanda” dan ”simbol”. Setiap tanda bersifat arbitrer. Bahasa menurut kodartnya adalah ”tulis”Objek timbul dalam jaringan tanda, dan jaringan atau rajutan tanda ini disebut ”teks”. Segala sesuatu yang ada selalui ditandai dengan tekstualitas. Tidak ada makna yang melebihi teks. Makna senantiasa tertenun dalam teks.

Senin, 17 Mei 2010

Journal tanggal 11 Mei 2010

Hukum Sebagai Mekanisme Pengintegrasian
• Teori sibenertika Talcott Parson : sistem sosial merupakan suatu sinergi antara berbagai sub sistem sosial yang saling mengalami ketergantuangan dan keterkaitan.
• Adanya hubungan yang saling keterkaitan, interaksi dan saling ketergantungan.
• Hukum dan politik saling dominan untuk menjadi yang paling unggul/ dominan/ primer dalam konfigurasinya.
• Hukum dalam kehidupan sistem sosial seharusnya hukum mennjadi sub sistem yang menentukan.
• Salah satu sistem yang dominan akan diikuti oleh sistem yang lainnya, demikian juga ketika terjadi supremasi hukum maka aspek-aspek lain mengikuti.
Hukum dan Politik
• Struktur Sosial membentuk kofigurasi lembaga kemasyarakatan
• Hukum dan politik berupaya menjadi yang paling unggul/ dominan/ primer dalam konfigurasi lembaga kemasyarakatan.
• Supremasi hukum : hukum menjadi hal yang berpengaruh.
• Salah satu sistem yang dominan akan diikuti oleh sistem yang lainnya, demikian juga ketika terjadi supremasi hukum maka aspek-aspek lain mengikuti.

Daniel S. Lev.:
Politik adalah lembaga yang primer dan hukum sebagai ariabel yang mengikuti (ex : kehidupan negara berkembang/ negara bekas jajahan).

Tiga Tipe Hukum
Hukum Responsif
Hukum responsif berorientasi pada hasil, pada tujuan-tujuan yang akan dicapai di luar hukum. Dalam hukum responsif, tatanan hukum dinegosiasikan, bukan dimenangkan melalui subordinasi. Ciri khas hukum responsif adalah mencari nilai-nilai tersirat yang terdapat dalam peraturan dan kebijakan. Dalam model hukum responsif ini, mereka menyatakan ketidaksetujuan terhadap doktrin yang dianggap mereka sebagai interpretasi yang baku dan tidak fleksibel.
Apa yang dipikirkan oleh Nonet dan Seznick, menurut Prof. Satjipto Rahardjo, sebetulnya bisa dikembalikan kepada pertentangan antara analytical jurisprudence di satu pihak dan sociological jurisprudence di lain pihak. Analytical jurisprudence berkutat di dalam sistem hukum positif dan ini dekat dengan tipe hukum otonom pada Nonet. Baik aliran analitis maupun Nonet melalui tipe hukum responsifnya menolak otonomi hukum yang bersifat final dan tak dapat digugat. Teori hukum responsif adalah teori hukum yang memuat pandangan kritis. Teori ini berpandangan bahwa hukum merupakan cara mencapai tujuan.
Hukum tidak hanya rules (logic & rules), tetapi juga ada logika-logika yang lain. Bahwa memberlakukan jurisprudence saja tidak cukup, tetapi penegakan hukum harus diperkaya dengan ilmu-ilmu sosial. Dan ini merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses penegakan hukum, mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan advokat untuk bisa membebaskan diri dari kungkungan hukum murni yang kaku dan analitis
Produk hukum yang berkarakter responsif proses pembuatannya bersifat partisipasif, yakni mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi semua elemen masyarakat, baik dari segi individu, ataupun kelompok masyarakat dan juga harus bersifat aspiratif yang bersumber dari keinginan atau kehendak dari masyarakat. Artinnya produk hukum tersebut bukan kehendak dari penguasa untuk melegitimasikan kekuasaannya.


Hukum otonom
• Merupakan reaksi menentang keterbukaan yang serampangan.
• Tertib hukum digunakan untuk menjinakkan represi.
• Pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan bukan berdasarkan orang.
• Hukum terpisah dari politik, tertib hukum dan prosedur hukum adalah jantung dari hukum. Ahli hukum menjauhkan diri dari pembentukan kebijakan publik.


Hukum respresif
• Merupakan suatu tahapan evolusi yang lebih tinggi dibanding hukum represif dan otonom.
• Ditandai adanya kapasitas yang yang bertanggungjawab (selektif dan tidak serampangan).
• Merupakan bentuk dari reaalisme hukum yang responsif terhadap kebutuhan sosial, tidak sekedar mempertahankan prosedur hukum

Senin, 10 Mei 2010

Pluralisme Hukum

Journal tanggal 4 Mei 2010

Pluralisme Hukum
1.Memberikan penjelasan terhadap kenyataan adanya keteraturan atau tertib social (social order) yang sama sekali bukan merupakan bagian dari keteraturan hukum (legal order) yang diproduksi oleh negara.

2.Pluralisme Hukum:pandangan bahwa dalam dunia pragmatis (lapangansosial) sedikitnya dua sistem norma atau dua sistem aturan terwujud dalam interaksi sosial

3.legal pluralism: weak legal pluralism, danstrong legal pluralism.


Strong Legal Pluralism
Pluralisme hukum yang kuat, merupakan produk dari para ilmuwan sosial, adalah pengamatan ilmiah mengenai fakta adanya kemajemukan tatanan hukum yang terdapat disemua(kelompok) masyarakat. Semua sistem hukum yang ada di pandang sama kedudukannya dalam masyarakat, tidak terdapat hierarki yang menunjukkan sistem hukum yang satu lebih tinggi dari yang lain (Griffiths)


Weak Legal Pluralism
• Pluralisme hukum yang lemah adalah bentuk lain dari sentralisme hukum karena meskipun mengakui adanya pluralism hukum, tetapi hukum negara tetap dipandang sebagai superior, sementara hukum-hukum yang lain disatukan dalam hierarki dibawah hukum negara(Griffiths)
• Dominasi satu sistem hukum (state law) terhadap sistem hukuml ain
• Hirarkhi satu sistem hukum (state law)lebih tinggi dari sistem hukum lain;
• Jika terjadi benturan antar sistemhukum, state law yg lebih diutamakan;
• Analisis & penggambaran sistem hukum asli akan dilakukan menurut sistem (hukum) nasional


Pengalaman Legislasi & Lapangan

1.UU No. 5 Tahun 1960 Tentang UUPA
2. Konflik nurial hutan
3. konflik hak ulayat


SitusiGerakanPluralismeHukumHariIni

•Pertama, sebagai pisau analisa untuk memahami realitas hukum.
•Kedua,sebagai argument ataupun pendukung argument untuk menyusun kritik dan tuntutan, dan
•Ketiga, pluralisme hukum juga dijadikan sebagai tuntutan

Senin, 03 Mei 2010

STUDI HUKUM KRITIS

Studi hukum kritis (critical legal studies) merupakan sebuah studi yang relatif baru dalam perkembangan pemikiran hukum (kira-kira dimulai tahun 1970-an). Studi ini dinisiasi oleh sekolompok pakar Hukum di Amerika Serikat dimana mereka berusaha menempatkan hukum dalam sorotan berbagai aspek, entah politik, ekonomi, budaya, bahasa maupun pendekatan kajian sosial lainnya. Dalam perkembangannya, studi ini telah menjadi aliran tersendiri dalam pemikiran hukum dengan bumbu berbagai variannya. Namun, menurut Prof Soetandyo Wignyosoebroto secara keseluruhan pemikiran-pemikiran di dalamnya terbentuk sebagai reaksi atas kebekuan formalisme hukum dimana aparatus hukum melihat fakta hukum semata-mata sebagai persoalan menerapkan pasal-pasal undang-undang, sementara persoalan empiris yang menyangkut kepekaan terhadap latar belakang sosial-budaya, kondisi politik, ekonomi dan sebagainya justru luput dari perhatian (Soetandyo: 2002, 76-82). Ambil contoh, orang miskin yang lapar kemudian mencuri roti di toko dijatuhi sanksi yang sama dengan koruptor kaya raya yang memakan uang negara milyaran rupiah. Pada tingkat masyarakat, merebak gejala apatisme sosial terhadap praktek-praktek pelanggaran hukum yang ada di depan mata. Misalnya, perampokan dalam sebuah rumah persis depan batang hidung tetangga dianggap semata-mata sebagai urusan polisi. Singkatnya, formalisme membuat masyarakat sedemikian percaya bahwa hukum dan aparat penegaknya akan menyelesaikan segala perkara dengan netral, mengikuti prosedur yang ada dan memenuhi kebutuhan akan keadilan, kepastian dan kemanfaatan.

Di Indonesia, formalisme ternyata menunjukkan banyak kontradiksi. Salah satunya adalah konsep tentang penegakan hukum. Dalam formalisme, hukum dan penegakannya dengan mata tertutup pun, akan berjalan sistematis ibarat rumusan matematika yang jelas, tegas dan pasti. Tidak ada kekeliruan di dalamnya. Kita, misalnya, kerap mendengar aparat hukum yang menyatakan bahwa aparat telah bertindak sesuai prosedur. Artinya, dengan bertindak sesuai prosedur maka keadilan telah terpenuhi. Namun, di seberang sana, begitu banyak orang berteriak minta tolong datangnya keadilan. Keadilan yang banyak orang harapkan, justru berubah menjadi ketidakadilan ganda. Studi bank dunia terhadap hukum dan keadilan masyarakat di tingkat lokal di Indonesia yang dipublikasikan tahun 2004 yang lalu, misalnya, memperlihatkan praktek perang terhadap korupsi tidak hanya ditujukan terhadap pelaku kejahatan tetapi paling rumit justru pada penyelesaian (prosedur) secara hukum yang berhubungan dengan aparat negara. Joke “lapor kehilangan kambing, maka akan kehilangan kerbau” sungguh-sungguh terjadi.

Kejahatan yang terus berulang seperti korupsi, selain bentukan faktor sosial, ekonomi dan variable berpengaruh lainnya, sebetulnya bisa dilihat sebagai salah satu bentuk kesalahan formalisme yang menempatkan aparat dan prosedur hukum sedemikian sakralnya. Sehingga, penyembuhan kejahatan seolah-olah sebanding dengan aparat yang mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Tidaklah mengherankan jika kontrol terhadap mekanisme penegakan hukum masih sangat minim. Padahal wilayah itu adalah garis depan yang mempertemukan sisi gelap manusia dengan kebaikannya. Disanalah perang penegakkan hukum yang sesungguhnya: antara keinginan untuk sungguh menjadikan prosedur hukum sebagai salah satu alat menggapai keadilan dengan dorongan untuk menjadikannya sebagai jembatan mendapatkan keuntungan perut sendiri.

Empat Teori Penting Dalam Sosiologi

Teori Struktural Fungsional
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisa substantif Spencer dan penggerak analisa fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.


Teori Konflik
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori structural fungsional. Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional.
Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan. Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi. Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena adanya perbedaan kepentingan.
Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan social. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.
Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power. Terdapat dua tokoh sosiologi modern yang berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis. A. Coser dan Ralf Dahrendorf


Teori Interaksi Simbolik
Herbert Blumer dan George Herbert Mead adalah yang pertama-tama mendefinisikan teori symbolic interactionism.
Blumer mengutarakan tentang tiga prinsip utama interaksionisme simbolik, yaitu tentang pemaknaan (meaning), bahasa (language), dan pikiran (thought). Premis ini nantinya mengantarkan kepada konsep ‘diri’ seseorang dan sosialisasinya kepada ‘komunitas’ yang lebih besar, masyarakat.
Dalam konsepsi interaksionisme simbolik dikatakan bahwa kita cenderung menafsirkan diri kita lebih kepada bagaimana orang-orang melihat atau menafsirkan diri kita. Kita cenderung untuk menunggu, untuk melihat bagaimana orang lain akan memaknai diri kita, bagaimana ekspektasi orang terhadap diri kita. Oleh karenanya konsep diri kita terutama kita bentuk sebagai upaya pemenuhan terhadap harapan atau tafsiran orang lain tersebut kepada diri kita.
Kita acap kali mencoba memposisikan diri ke dalam orang lain, dan mencoba melihat bagaimanakah perspektif orang tersebut ketika memandang diri kita. Kita semacam meminjam kaca mata orang lain tersebut untuk dan dalam melihat diri kita.
Konsep diri adalah fungsi secara bahasa. Tanpa pembicaraan maka tidak akan ada konsep diri. Nah, konsep diri ini sendiri pada nantinya terbentuk atau dikonstruksikan melalui konsep pembicaraan itu sendiri, melalui bahasa (language).
Sebagai contoh adalah bagaimana proses komunikasi dan permainan bahasa yang terjadi dalam hubungan antara dua orang, terutama pria dengan wanita. Ketika mereka berkomunikasi dengan menggunakan simbolisasi bahasa SAYA dan ANDA, maka konsep diri yang terbentuk adalah “dia ingin diri saya dalam status yang formal”. Atu misalkan simbolisasi bahasa yang dipakai adalah ELO dan GUE maka konsep diri yang terbentuk adalah “dia ingin menganggap saya sebagai teman atau kawan semata”. Dan tentunya akan sangat berbeda jika simbolisasi yang digunakan adalah kata AKU dan KAMU, maka konsep diri yang lebih mungkin adalah “dia ingin saya dalam status yang lebih personal, yang lebih akrab” atau lebih merujuk kepada konsep diri bahwa “kita sudah jadian atau pacaran”. Misalkan. Jadi, dalam suatu proses komunikasi, simbolisasi bahasa yang digunakan akan sangat berpengaruh kepada bagaimana konsepdiri yang nantinya akan terbentuk.
Lebih luas lagi pada dasarnya pola komunikasi ataupun pola interaksi manusia memang bersifat demikian. Artinya, lebih kepada proses negosiasi dan transaksional baik itu antar dua individu yang terlibat dalam proses komunikasi maupun lebih luas lagi bagaimana konstruksi sosial mempengaruhi proses komunikasi itu sendiri. Teori interaksionisme simbolik mendeskripsikan hal ini secara gamblang.


Teori Pertukaran Sosial
Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial antara lain adalah psikolog John Thibaut dan Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans (1961), Richard Emerson (1962), dan Peter Blau (1964).
Teori ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibaut dan Kelley, pemuka utama dari teori ini menyimpulkan teori ini sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”. Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan – hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan. Empat Konsep pokokGanjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.

Senin, 29 Maret 2010

Journal tanggal 23 Maret 2010

PROSES SOSIAL
- Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-
perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem
serta bentuk-bentuk hubungan diantara mereka.

- Proses sosial dapat diartikan sebagai hubungan timbal-balik antara berbagai
segi kehidupan bersama
- Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa
interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama.


Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
1. Proses Asosiatif adalah proses yang merupakan penggabungan antara dua objek
atau tanggapan indrawi dan merupakan rangkaian antara kepribadian dan
kebudayaan. Proses Asosiatif ini terdiri dari beberapa bentuk, antara lain;

a. Ko-operasi (kerjasama)
Pengertian dari kerja sama adalah kemampuan seseorang untuk bekerja bersama - sama dengan orang lain atau secara kelompok dalam rangka menyelesaikan suatu tugas atau kegiatan yang ditentukan sehingga mencapai daya guna yang sebesar - besarnya.
Kerja sama dapat muncul karena adanya orientasi perorangan terhadap kelompoknya sendiri atau kelompok orang lain. Proses sosial terbentuknya kerja sama secara tidak sengaja akan menimbulkan konflik sosial yang bersifat positif maupun negatif.
Bentuk ko-operasi antara lain:
- bargaining : kerjasama saling tukar menukar barang/jasa
- co-optation : kerjasama dengan menerima nilai/unsur baru dari pihak yang lebih kuat posisi tawarnya
- coalition : kerjasama dari beberapa pihak yang sebenarnya berbeda karakter/ struktur organisasi, namun memiliki tujuan yang sama

b. Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi dapat digunakan untuk dua kebutuhan, pertama akomodasi sebagai suatu keadaan, dan yang kedua akomodasi sebagai suatu proses.
Akomodasi sebagai proses adalah usaha- usaha manusia untuk meredakan pertentangan dalam mencapai kestabilan. Sedangkan akomodasi sebagai keadaan adalah kenyataan adanya keseimbangan kehidupan bermasyarakat.
Bentuk akomodasi:
- Toleransi : ada pihak yang untuk sementara menghindar
- Coercion : pihak yang lemah terpaksa menerima, misal:
perbudakan
- Compromise : para pihak saling menurunkan tuntutannya, misal: dalam jual beli
- Adjudication : penyelesaian melalui pengadilan, bentuknya win-lose
solution, kita tidak ikut menentukan, diserahkan kepada
pihak yang ditunjuk
- Arbitration : penyelesaian dengan menunjuk bantuan orang lain, orang
yang ditunjuk sudah seperti hakim, mengambil keputusan
- Mediation : penyelesaian dengan menunjuk bantuan orang lain, orang
yang ditunjuk sudah mulai agak aktif, tetapi tidak ikut
memutuskan, keputusan tetap diserahkan kepada para pihak
- Conciliation : Fungsi orang yang ditunjuk hanya untuk menyediakan
forum, dia tidak ikut campur dalam masalah
- Stalemate : pola saling diam . Para pihak berhenti konflik karena
terjadi dead –lock (cold-war)

c. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi adalah suatu penyesuaian atau penyelarasan proses sosial dalam taraf lanjutan yang ditandai dengan adanya usaha - usaha yang dilakukan untuk mengurangi perbedaaan yang terdapat pada orang perorangan atau kelompok.
( timbul karena 1 pihak mengindentifikasi dirinya sama dengan pihak lain yang lebih dominan /meleburkan diri)

Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya asimilasi:
- Toleransi (faktor dari pihak yang kurang dominan)
- Sikap membuka diri bagi orang asing (faktor dari pihak yang dominan)
- Kesamaan tingkat kesejahteraan
- Persamaan budaya ( agama, bahasa, adat istiadat, dan lain-lain)
- Persamaan ciri fisik
- Perkawinan campuran ( amalgamasi)
- Ada musuh bersama
- Dukungan kondusif dari pemerintah

Faktor-faktor yang menghambat asimilasi:
- Terisolasinya golongan tertentu dalam kehidupan masyarakat
- Kurangnya pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh kelompok sosial
- Adanya perasaan takut terhadap suatu kekuatan kebudayaan yang dihadapinya
- Adanya perasaan bahwa kebudayaan yang dimiliki oleh golongan atau kelompok
lain lebih unggul dibandingkan dengan kebudayaan yang dimiliknya
- Adanya perbedaan warna kulit atau ciri fisik tertentu karena latar belakang
induk bangsa yang berbeda
- Adanya perasaan mengelompok atau menutup diri yang sangat kuat
- Adanya gangguan dari golongan mayoritas terhadap golongan minoritas
- Munculnya perbedaaan kepentingan dan pertentangan pribadi atau golongan

Molten M. Gorden membagi asimilasi ke dalam 5 tingkatan:
- Asimilasi cultural ( cultural assimilation)
- Asimilasi structural ( structural assimilation)
- Asimilasi perkawinan (marital assimilation)
- Asimilasi identifikasi ( assimilation of identification)
- Asimilasi perlaku tanpa prasangka (unprejudiced attitude assimilation)

d. Akulturasi (ACCULTURATION)
Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai akibat pertemuan (kontak budaya) secara langsung dan terus - menerus antar kelompok manusia yang memiliki kebudayaan berbeda namun tidak menghilangkan ciri atau sifat asli dari masing- masing kebudayaan. Atau dengan kata lain timbul karena beberapa pihak saling membuka diri sehingga ada unsur kebudayaan yang saling bertukar dan diterima penuh sebagai adat istiadat yang baru.
Contoh : Bangunan candi di Indonesia. Pada Candi Prambanan, bangunannya berbentuk punden berundak dan relief – reliefnya mengangkat kisah Ramayana. Jadi dapat disimpulkan bahwa Indonesia mendapat pengaruh dari negara lain yaitu India, Thailand dan Kamboja. Meskipun demikian suasana yang digambarkan pada relief tersebut masih menggambarkan suasana alam Indonesia yang indah nan asri, sehingga masih mencerminkan ciri khas dari Indonesia .

2. Proses Disasosiatif

A. Persaingan (Competition)
Persaingan (competition )dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik/dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Timbul karena ada perbedaan kepentingan diantara beberapa pihak sehingga mereka saling berlomba memperebutkan posisi terbaik, baik yang pribadi (rivalry) maupun kelompok.

Persaingan mempunyai 2 tipe umum antara lain;
- Bersifat Pribadi; Individu, perorangan, bersaing dalam memperoleh kedudukan
(rivalry)
- Bersifat tidak pribadi

Faktor Persaingan Tergantung pada:
- Kepribadian seseorang.
- Kemajuan yaitu Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras dan
memberikan sahamnya untuk pembangunan masyarakat.
- Solidaritas kelompok yaitu Persaingan yang jujur akan menyebabkan para
individu akan saling menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan sosialnya
hingga tercapai keserasian.
- Disorganisasi yaitu Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam masyarakat
akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial.

B. Kontravensi
merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Timbul karena perbedaaan pandangan/pemahaman pada 1 pihak terhadap pihak lain, sehingga muncul sikap dan atau perilaku menentang ( namun belum sampai pada tahap penggunaan kekerasan).
Contoh:
- Kontravensi karena tradisi ( diturunkan dari 1 generasi ke generasi
berikutnya)
- Kontravensi menyangkut perbedaan gender
- Kontravensi di bidang politik
- Sikap boikot
- Disobedience

Tipe umum Kontravensi
- Kontraversi generasi masyarakat yaitu lazim terjadi terutama pada zaman yang
sudah mengalami perubahan yang sangat cepat.
- Kontraversi seks yaitu menyangkut hubungan suami dengan istri dalam
keluarga.
- Kontraversi Parlementer yaitu hubungan antara golongan mayoritas dengan
golongan minoritas dalam masyarakat

Sifat Kontravensi
- Umum meliputi perbuatan seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan
menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, kekerasan, pengacauan
rencana.

- Sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki
melalui surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian
pada pihak lain, dan sebagainya.
- Intensif, penghasutan, menyebarkan desas desus yang mengecewakan pihak lain
- Rahasia, mengumumkan kerahasian orang, berkhianat.
- Taktis, mengejutkan lawan, mengganggu dan membingungkan pihak lain

C. Pertentangan
Persaingan/pertentangan merupakan bentuk-bentuk proses sosial disosiatif yang terdapat pada setiap masyarakat. Timbul karena para pihak berusaha mencapai tujuan masing-masing dengan cara saling menentang pihak lawan dengan cara memberi ancaman atau menggunakan kekerasan.
Sebab terjadinya pertentangan:
- Perbedaan antara individu.
- Perbedaan kebudayaan.
- Perbedaan kepentingan.
- Perubahan social


Dampak konflik
- Tambahnya solidaritas in-group.
- Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok
tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan
kelompok tersebut.
- Perubahan kepribadian para individu.
- Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia.
- Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak

Senin, 22 Maret 2010

Journal tanggal 16 Februari-2 Maret 2010

Sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti “kawan” dan kata Yunani Logos berarti “kata” atau “bicara”. Sosiologi berarti “bicara mengenai masyarakat” atau dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan ilmiah yang mempelajari hubungan-hubungan sosial dalam kehidupan masyarakat sebagaimana adanya (das sein/ Law ini action/law in the societies)

Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak kepada spekulasi2 perihal keadaan masyarakat.

Sementara Hukum dapat diartikan sebagai peraturan tentang boleh atau tidak, pantas atau tidak melakukan sesuatu . Jadi hukum merupakan pembatasan terhadap perilaku, sekaligus sebagai perintah yang harus dijalankan atau dengan kata lain hukum menekankan aspek “seharusnya” (das solen/ law as “IT OUGHT TO BE”). Ilmu Hukum mengikuti pedekatan normative yaitu Hukum sesuai/ mengkuti peraturan perundang-undangan ( Law in the books)

Sosiologi Hukum merupakan perpaduan antara ilmu Hukum dan ilmu Sosial/ Sosiologi . Sosiologi Hukum merupakan ilmu terapan yang menjadikan Sosiologi sebagai subyek, seperti fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan hukum, dampak dan efektivitas hukum, kultur hukum.
Sosiologi hukum dalam mengkaji kekuatan norma sosial dan menguji kenyataan hukum dalam masyarakat dilakukan dengan penelitian empiric artinya kajian obyek studi sosiologi hukum, di samping mempelajari proses pelembagaan norma sosial, konsistensi, kegunaan, dan gejala perilaku normatif, juga melihat efektivitas penerapan peraturan hukum/ undang-undang di dalam masyarakat.

Oleh karena kajian sosiologi hukum dalam mencari, mempelajari dan menganalisis data empirik tumbuh berkembangnya norma-norma lebih berdasarkan kenyataan perilaku masyarakat, maka ia masuk dalam rumpun sosiologi.

Fakta Sosial dan Tindakan Sosial
Fakta sosial bersifat eksternal, umum (general), dan memaksa (coercion).
Fakta sosial mempengaruhi tindakan-tindakan manusia. Tindakan individu merupakan hasil proses pendefinisian reslitas sosial, serta bagaimana orang mendefinisikan situasi. Asumsi yang mendasari adalah bahwa manusia adalah makhluk yang kreatif dalam membangun dunia sosialnya sendiri.Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi. Fakta social dinyatakan oleh Emile Durkheim sebagai barang sesuatu (Thing) yang berbeda dengan ide. Barang sesuatu menjadi objek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Ia tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif). Tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil diluar pemikiran manusia.






Minggu, 14 Maret 2010

Journal Tanggal 2 Maret 2010

                       
 
Fakta Sosial & Tindakan Sosial

Kapan Sosiologi menjadi perhatian?


  • Sosiologi menjadi menarik untuk dikaji apabila terjadi gangguan terhadap kohesi sosial

  • Gangguan terjadi karena masyarakat itu berproses (social processes )

  • Proses sosial terjadi karena ada interaksi sosial → proses sosial= interaksi sosial

  • Interkasi Sosial terjadi karena:

- adanya kontak sosial (social contact)


- adanya komunikasi (communication)


Dilihat dari sudut mana?


Saya/kelompok berbuat karena dipengaruhi... (fakta sosial)


Saya/kelompok berbuat untuk mempengaruhi...(tindakan sosial)


Fakta Sosial



  • Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial (fait social)

- fakta-fakta sosial seperti cara bertindak, berpikir dan berperasaan yang semuanya


dikendalikan dan dipaksakan oleh kekuatan memaksa eksternal ( di luar) diri pelaku



  • The Division of Labor in Society (1965)

- pembagian jenis-jenis pekerjaan (spesialisasi) seperti bidang politik, ekonomi, hukum,


kesenian, dan lain-lain adalah di luar kehendak individu


- manusia, individual tinggal mengikutinya sebagai fakta sosial




  • Suicide

- Fenomena bunuh diri terkait dengan kekuatan-kekuatan di luar pelaku yang


mengendalikannya ( bunuh diri sebagai contoh fakta sosial)


- jenis " altruistic suicide" terjadi pada anggota kelompok masyarakat yang integratif


- jenis " egoistic suicide " terjadi pada anggota kelompok masyarakat yang disintegratif


(masa krisis)


- jenis " anomic suicide " terjadi pada individu yang anggota kelompok masyarakat yang kehilangan perhatian kelompoknya



Senin, 08 Maret 2010

PERISTILAHAN
· Auguste Comte (1798-1853) pengemuka istilahSosiologi” →”la loi des trios etats

· IstilahSosiologiberasal dari Auguste Comte dalam bukunya” Course de Philospohie Positive

· Berasal dari bahasa latin:
- Socius
- Logos

· Dalam bukunya, Comte mengemukakan tentang dalil-dalil untuk kemajuan manusia (the law of three stages). Buku ini menceritakan Hukum 3 Tahap


Dalam sejarahnya, masyarakat berkembang menurut 3 tahap:
- Teologis/fiktif (ètat theologique)
Yakin dan takluk pada kekuatan supranatural (animism, politeisme, monoteisme).
Manusia percaya pada kekuatan supranatural dan tunduk tanpa bisa berbuat apa-apa, kecuali berdoa dan memohon ampun.

- Metafisis (ètat metaohisuque)
Gejala yang dijelaskan secara abstrak dan impersonal, namun penjelasan ini dibangun mengikuti keyakinan sistem metafisis yang sekilas terkesan logis namun eksperimental.
Manusia tunduk tetapi sudah berusaha mempengaruhi kekuatan supranatural itu misalnya dengan:
^ meramal nasib dan keberuntungan/kecelakaan
^ mengadakan upacara tolak bala
^ meminta jasa pawang hujan

- Positive (ètat positive)
Gejala sepenuhnya dapat dijelaskan secara logis dengan pembuktian empiris.
Manusia tidak lagi tunduk pada kekuatan supranatural dan mampu mengendalikan kekuatan itu dengan kemampuannya sendiri.
^ membuat vaksin untuk mencegah penyakit
^ Membuat perkiraan atas dasar-dasar ilmiah (cuaca, bencana, dll)



Apa yang dikaji Sosiologi
· Pitrim Sorokin (1928)
- Hubungan timbal balik aneka gejala social
- Hubungan timbal balik gejala social dan non-sosial
· Roucek dan Warren (1962)
- Hubungan antar manusia di dalam kelompok
· S. Soemardjan dan S. Soemardi (1962)
- Struktur social dan proses sosial
· Ogburn dan Nimkoff (1964)
- Interaksi social dan hasilnya (organisasi social)
· Van Doorn dan Lammers (1964)
- struktur dan proses kemasyarakatan yang stabil




Kamis, 04 Maret 2010

Empat Tokoh Sosiologi Hukum

EMILE DURKHEIM

Emile Durkheim lahir pada tanggal 15 april 1858 di Epnal,propinsi Lorraine di Prancis timur, Emile Durkheim dibesarkan ditengah keluarga dan komunitas yahudi ortodoks. Anak seorang rabbi meskipun keputusannya meniti karir lebih cenderung intelektual sekular daripada religius bisa menjadi tanda bahwa Emile Durkheim lebih mengutamakan modernitas-modernitas daripada tradisi dan yang akhirnya menjadi ciri pemikirannya. Setelah merampung studi di Paris tahun 1882, beberapa tahun kemudian Durkheim mengajar filsafat di sejumlah lycee, tahun 1887 dia diminta mengajar bidang sosiologi dan pendidikan di fakultas sastra universitas Bordeaux.Selama 15 tahun di Bordeaux, ia menerbitkan 3 karya yang membuatnya terkenal : the division of labour in society (1893, the rule of sociological methode (1895) dan suicide ( 1897). Disamping studinya tentang montesque, berbagai arikel dan 5 volume pertama anne sociologique. Durkheim juga memberikan kuliah tentang banyak bidang, terlibat dalam administrasi universitas dan aktif turut bekerja untuk reformasi pendidikan. Reputasi intelektual Durkheim dan meningkatnya legitimasi ilmu “ social dikukuhkan dengan diangkatnya ia sebagai pimpinan di Burdeaux tahun 1896, tetapi pengakuan paling tinggi permintaan mengajar di Sorbonne, baru terjadi pada tahun 1902 dan dibidang yang diminta bukan ilmu “ social melainkan bidang pendidikan”. Dan Durkehim berada di Sorbonne selama 11 tahun sebelum kata sosiologi ditambah pada gelarnya. Sementara proyek intelektual Durkheim dibangun dalam lingkungan akademis namun legiomasinya baru diakui secara penuh menjelang akhir masa karirnya. Dengan pecahnya perang ditahun 1914 fokus tulisan dan aktifis publik Durkheim bergeser menuju persoalan “ sebab historis perang itu serta isu tentang moralitas nasional”. Kesehatan Durkheim sangat buruk karena terlalu banyak bekerja dan merosot setelah kematian anaknya di front tahun 1916. Durkheim meninggal bulan november 1917 pada usia 59 tahun.


KARL MARX

Karl Marx lahir dalam keluarga Yahudi progresif di Trier, Prusia, (sekarang di Jerman). Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi, meskipun cenderung seorang deis, yang kemudian meninggalkan agama Yahudi dan beralih ke agama resmi Prusia, Protestan aliran Lutheran yang relatif liberal, untuk menjadi pengacara. Herschel pun mengganti namanya menjadi Heinrich. Saudara Herschel, Samuel seperti juga leluhurnya adalah rabi kepala di Trier. Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh cendekiawan dan artis masa-masa awal Karl Marx. Marx terkenal karena analisis nya di bidang sejarah yang dikemukakan nya di kalimat pembuka pada buku ‘Communist Manifesto’ (1848) :” Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas.” Marx percaya bahwa kapitalisme yang ada akan digantikan dengan komunisme, masyarakat tanpa kelas setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan negara sebagai revolusi keditaktoran proletariat (kaum paling bawah di negara Romawi). Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunisme, Marx merupakan kaum terpelajar dan politikus. Ia memperdebatkan bahwa analisis tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi dari kapitalisme akan berakhir dan memberikan jalan untuk komunisme. Di lain tangan, Marx menulis bahwa kapitalisme akan berakhir karena aksi yang terorganisasi dari kelas kerja internasional. “Komunisme untuk kita bukanlah hubungan yang diciptakan oleh negara, tetapi merupakan cara ideal untuk keadaan negara pada saat ini. Hasil dari pergerakan ini kita yang akan mengatur dirinya sendiri secara otomatis. Komunisme adalah pergerakan yang akan menghilangkan keadaan yang ada pada saat ini. Dan hasil dari pergerakan ini menciptakan hasil dari yang lingkungan yang ada dari saat ini. – Ideologi Jerman- Dalam hidupnya, Marx terkenal sebagai orang yang sukar dimengerti, ide-ide nya mulai menunjukkan pengaruh yang besar dalam perkembangan pekerja segera setelah ia meninggal. Pengaruh ini berkembang karena didorong oleh kemenangan dari Marxist Bolsheviks dalam Revolusi Oktober Rusia. Namun, masih ada beberapa bagian kecil dari dunia ini yang belum mengenal ide Marxian ini sampai pada abad ke-20. Hubungan antara Marx dan Marxism adalah titik kontroversi. Marxism tetap berpengaruh dan kontroversial dalam bidang akademi dan politik sampai saat ini. Dalam bukunya Marx, Das Kapital (2006), penulis biografi Francis Wheen mengulangi penelitian David McLelland yang menyatakan bahwa sejak Marxisme tidak berhasil di Barat, hal tersebut tidak menjadikan Marxisme sebagai ideologi formal, namun hal tersebut tidak dihalangi oleh kontrol pemerintah untuk dipelajari.



MAX WEBER


Max Weber lahir di Erfurt, Jerman berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Ayahnya seorang birokrat (kelak akan mewarnai pikiran beliau tentang birokrasi) yang menduduki posisi politik penting, sedangkan ibunya adalah seorang pemeluk agama Calvinisme yg sangat taat (juga mempengaruhinya melakukan studi tentang kaitan etika protestan dengan spirit kapitlisme industrial).Beliau menempuh kuliah di Universitas berlin belajar hukum. Setelah berhasil mengambil gelar doctor ia berprofesi sebagai praktisi hukum, di samping itu ia juga bekerja sebagai dosen di Universitas Wina dan Munich. Ia banyak mendalami masalah ekonomi, sejarah, dan sosiologi. Bukunya yg terkenal berjudul “ A Contribution to the histoy of Medieval Business Organizations” dan “ The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism” (1904) . Dalam bukunya yg kedua ini ia mengemukakan tesisnya mengenai keterkaitan antara etika protesan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat.Pandangan Weber, kenyataan social lahir dari motivasi individu dan tindakan-tindakan social (social action). Dari pandangannya sebenarnya Weber lazim digolongkan “nominalis” yg lebih percaya bahwa hanya individu-individu sajalah yg riil secara obyektif, dan masyarakat adalah satu nama yg menunjukan pada sekumpulan individu yg menjalin hubungan. Pandangan beliau tentang tindakan sosila inilah yg kemudian menjadi acuan dikembangkannya teori sosiologi yg membahas interaksi social.




AUGUSTE COMTE
Auguste Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis tahun 1798, keluarganya beragama khatolik dan berdarah bangsawan. Dia mendapatkan pendidikan di Ecole Polytechnique di Prancis, namun tidak sempat menyelesaikan sekolahnya karena banyak ketidakpuasan didalam dirinya, dan sekaligus ia adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak.
Comte akhirnya memulai karir profesionalnya dengan memberi les privat bidang matematika. Namun selain matematika ia juga tertarik memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat terutama minat ini tumbuh dengan suburnya setelah ia berteman dengan Saint Simon yang mempekerjakan Comte sebagai sekretarisnya.
Kehidupan ekonominya pas-pasan, hampir dapat dipastikan hidupa dalam kemiskinan karena ia tidak pernah dibayar sebagaimana mestinya dalam memberikan les privat, dimana pada waktu itu biaya pendidikan di Prancis sangat mahal.
Pada tahun 1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of Positive Philosophy dalam 6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah System of Positive Politics yang merupakan persembahan Comte bagi pujaan hatinya Clothilde de Vaux, yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran Comte di karya besar keduanya itu. Dan dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya agama humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam mencapai suatu masyarakat positifis.
Comte hidup pada masa akhir revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian pergolakan yang tersu berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti pentingnya Keteraturan Sosial.
Pada tahun 1857 ia mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan dan kemiskinan namun demikian namanya tetap kita kenang hingga sekarang karena kegemilangan pikiran serta gagasannya .