Selasa, 08 Juni 2010

Journal Tanggal 1 Juni 2010

HERMENEUTIKA

1. Konsep Dasar Hermeneutika

Hermenetika, yang dalam bahasa Inggrisnya adalah hermeneutics, berasal dari kata Yunani hermeneutine dan hermeneia yang masing – masing berarti “menafsirkan dan “ penafsiran”. Istilah did dapat dari sebuah risalah yang berjudul Peri Hermeneias (Tentang Penafsiran). Hermeneutica juga bermuatan pandangan hidup dari penggagasnya.
Dalam tradisi Yunani, istilah hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes (Hermeios), seorang utusan dewa dalam mitologi Yunani kuno yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan dewa ke dalam bahasa manusia. Menurut mitos itu, Hermes bertugas menafsirkan kehendak dewata (Orakel) dengan bantuan kata-kata manusia.
Tiga makna hermeneutis yang mendasar yaitu :
a. Mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-kata sebagai medium penyampaian.
b. Menjelaskan secara rasional sesuatu sebelum masih samar- samar sehingga maknanya dapat dimengerti
c. Menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain.


Tiga pengertian tersebut terangkum dalam pengertian ”menafsirkan” – interpreting, understanding.
Dengan demikian setidaknya terdapat tiga pemahaman mengenai hermeneutika
1. sebagai teknik praksis pemahaman atau penafsiran, dekat dengan eksegegis, yakni kegiatan memberi pemahaman tentang sesuatu atau kegiatan untuk mengungkapkan makna tentang sesuatu agar dapat dipahami.
2. Sebagai sebuah metode penafsiran, tentang the conditions of possibility sebuah penafsiran. Hal – hal apa yang dibutuhkan atau langkah-langkah bagaimana harus dilakukan untuk menghindari pemahaman yang keliru terhadap teks.
3. Sebagai penafsiran fisafat.


2. Cara Kerja Hermeneutika
Pada dasarnya semua objek itu netral, sebab objek adalah objek. Arti atau makna diberikan kepada objek oleh subjek, sesuai dengan cara pandang subjek.
Untuk dapat membuat interpretasi, lebih dahulu harus memahami atau mengerti. Mengerti dan interpretasi menimbulkan lingkaran hermeneutik. Mengerti secara sungguh-sungguh hanya akan dapat berkembang bila didasarkan atas pengetahuan yang benar.
Hukum Betti tentang interpretasi”Sensus non est inferendus sed efferendus” makna bukan diambil dari kesimpulan tetapi harus diturunkan. Penafsir tidak boleh bersifat pasif tetapi merekonstruksi makna. Alatnya adalah cakrawala intelektual penafsir. Penagalam masa lalu, hidupnya saat ini, latar belakang kebudayaan dan sejarah yang dimiliki.


3. Bahasa Sebagai Pusat Kajian
Karena objek utama hermeneutika adalah teks dan teks adalah hasil atau produk praksis berbahasa, maka antara hermeneutika dengan bahasa akan terjalin hubungan sangat dekat.
Dalam Gadamer’s Philoshopical hermeneutics dinyatakan, Gadamer places language at the core of understanding.
Menurut folosof bahasa Wittgenstein “ Batas bahasaku adalah batas duniaku”.
Menurut Gadamer, asal mula bahasa adalah bahasa tutur, yang kemudian disusl bahasa tulis untuk efektivitas dan kelestarian bahasa tutur.


4. Hermeneutika dalam Pandangan Filosofi
a. Friedrich Ernst Daniel Schleiermarcher
Model Hermeneutika Schleiermacher meliputi dua hal :
• Pemahaman teks melalui penguasaan terhadap aturan-aturan sintaksis bahasa pengarang sehingga menggunakan pendekatan linguistic.
• Penangkapan muatan emosional dan batiniah pengarang secara intuitif dengan menempatkan diri penafsir ke dalam dunia batin pengarang.
Dengan demikian, terdapat makna autentik dari sebuah teks, sebuah teks tidak mungkin bertujuan (telos).

b. Wilhelm Dilthey
Hermeneutika pada dasarnya bersifat menyejarah, makna tidak pernah berhenti pada satu masa, tetapi selalu berubah menurut modifikasi sejarah.

c. Martin Heidgger
Pemikiran filsafat Heidgger meliputi dua periode sebagai berikut :
• Periode 1 meliputi hakikat tentang “ada” dan “waktu”. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang menanyakan tentang “ada”. Sebab, manusia pada hakikatnya”ada” tetapi tidak begitu saja ada, melainkan senantiasa secara erat berkaitan dengan “adanya” sendiri.
• Periode 2 Menjelaskan pengertian”kehre” yang berarti “pembalikan”. Ketidaktersembunyian ”ada” merupakan kejadian asli. Berpikir pada hakikatnya adalah terikat pada arti. Oleh karena itu, manusia bukanlah pengauasa atas apa yang ”ada” melainkan sebagai penjaga padanya.
Pemahaman teks terletak pada kegiatan mendengarkan lewat bahasa manusia perihal apa yang dikatakan dalam ungkapan bahasa. Bahasa adalah suatu proses, suatu dinamika, atau suatu gerakan.

d. Hans-Georg Gadamer
Konsep Gadamer yang menonjol dalam hermeneutika adalah menekankan apa yang dimaksud ”mengerti”. Lingkaran hermeneutika-hermeneutic circle , bagian teks disa dipahami lewat keseluruhan teks hanya bisa dipahami lewat bagian- bagiannya.
Setiap pemahaman merupakan sesuatu yang bersifat historis, dialetik dan peristiwa kabahasaan. Hermeneutika adalah ontologi dan fenomologi pemahaman.

e. Jurgen Habermas
Hermeneutika bertujuan untuk memahami proses pemahaman – understanding the process of understanding. Pemahaman adalah suatu kegiatan pengalaman dan pnegertian teoritis berpadu menjadi satu.
Tidak mungkin dapat memahami sepenuhnya makna sesuatu fakta, sebab selalu ada juga fakta yang tidak dapat diinterpretasikan.
Bahasa sebagai unsur fundamental dalam hermeneutika. Sebab, analisis suatu fakta dilakukan melalui hubungan simbol-simbol dan simbol-simbol tersebut sebagai simbol dari fakta.

f. Paul Ricoeur
Teks adalah otonom atau berdiri sendiri dan tidak bergantung pada maksud pengarang. Otonomi teks ada tiga macam sebagai berikut :
a. Intensi atau maksud pengarang.
b. Situasi kultural dan kondisi sosial pengadaan teks.
c. Untuk siapa teks dimaksud.

Tugas hermeneutika mengarahkan perhatiannya kepada makna objektif dari teks itu sendiri, terlepas dari maksud subjektif pengarang ataupub orang lain.
Interpretasi dianggap telah berhasil mencapai tujuannya jika ”dunia teks” dan ” dunia interpreter” telah berbaur menjadi satu.

g. Jacques Derrida
Dalam filsafat bahasa – dalam kaitan dengan hermeneutika, membedakan antara ”tanda” dan ”simbol”. Setiap tanda bersifat arbitrer. Bahasa menurut kodartnya adalah ”tulis”Objek timbul dalam jaringan tanda, dan jaringan atau rajutan tanda ini disebut ”teks”. Segala sesuatu yang ada selalui ditandai dengan tekstualitas. Tidak ada makna yang melebihi teks. Makna senantiasa tertenun dalam teks.